a.
Kondisi Alam
Kota Makassar (Makassar: kadang
dieja Macassar, Mangkasar; dari 1971 hingga 1999 secara
resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang) adalah kota
terbesar di kawasan Indonesia
Timur dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi
Selatan. Kota ini terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi,
berhadapan dengan Selat Makassar.
Makassar berbatasan dengan Selat
Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di
sebelah utara, Kabupaten
Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di
sebelah selatan.
Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia
dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa
yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota Makassar
adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Makanan
khas Makassar yang umum dijumpai seperti Coto
Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro.
a.
Sistem kepercayaan/Religi suku Bugis
Orang
Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi
Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah
ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses
islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan
pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman
pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo,
mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan
beberapa nama, yaitu:
1.
Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
2. Dewata
Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
3.
Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
Sisa-sisa
kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten
Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba.
Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat
dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok
sebagai berikut:
1.
Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar)
2. Bicara
3. Rampang
4. Wari
5.
Sara
b.
Sistem kesenian suku Bugis
Rumah adat suku bangsa bugis Makassar berupa panggung
yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut.
1.
Kalle balla adalah untuk tamu, tidur, dan makan
2.
Pammakkang adalah untuk menyimpan pusaka
3.
Passiringang adalah
untuk menyimpan alat pertanian
Alat musik
kacapi ( kecapi)
Salah
satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis
Makassar dan Bugis Mandar.
Sinrili
pemain duduk dan alat diletakkan tegak
di depan pemainnya.
Gendang
Pa' Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk
dasar yakni bulat panjang dan bundar
seperti
rebana.
suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga
jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe)
• Suling calabai (Suling ponco),
• Suling panjang (suling lampe)
• Suling calabai (Suling ponco),
•
Suling dupa samping (musik bamboo
Seni Tari
• Tari Pattennung
• Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari
Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’,
tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar pada saat Pesta Panen)
c.
Sistem kekerabatan suku Bugis
Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
1. Assialang marola, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
2. Assialana memang, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
3. Ripanddeppe’ mabelae, yaitu
perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal,
tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang
bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah
perkawinan antara:
1. Anak dengan ibu atau ayah.
2. Saudara sekandung.
3. Menantu dan mertua.
4. Paman atau bibi dengan
kemenakannya.
5. Kakek atau nenek dengan
cucu.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan
adalah:
1.
Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki
kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
2.
Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga
laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis
sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
3.
Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat
mengenai perkawinan yang akan datang.
E.
Bahasa
Bahasa
Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang
tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep,
Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten
Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten
Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki
penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini
kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis
menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan
huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah terwujud sejak abad
ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.