Senin, 28 Oktober 2013

" SUKU BUGIS MAKASSAR "



a.       Kondisi Alam
Kota Makassar (Makassar: kadang dieja Macassar, Mangkasar; dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang) adalah kota terbesar di kawasan Indonesia Timur dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini terletak di pesisir barat daya pulau Sulawesi, berhadapan dengan Selat Makassar.
Makassar berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Makanan khas Makassar yang umum dijumpai seperti Coto Makassar, Roti Maros, Jalangkote, Kue Tori, Palubutung, Pisang Ijo, Sop Saudara dan Sop Konro.
Makassar memiliki wilayah seluas 175,77 km² dan penduduk sebesar kurang lebih 1,4 juta jiwa.

 










a. Sistem kepercayaan/Religi suku Bugis


Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu:
1.     Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
2.    Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
3.    Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut:
1.     Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar)
2.    Bicara
3.    Rampang
4.    Wari
5.    Sara

b. Sistem kesenian suku Bugis
Rumah adat suku bangsa bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut.
1.     Kalle balla adalah untuk tamu, tidur, dan makan
2.    Pammakkang adalah untuk menyimpan pusaka
3.    Passiringang adalah  untuk menyimpan alat pertanian


Alat musik
kacapi ( kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar.











Sinrili
lat musik yang di mainkan dalam keedaan
pemain duduk dan alat diletakkan tegak
di depan pemainnya.



 

Gendang
Pa' Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk
dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti
rebana.




suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Suling panjang (suling lampe)
• Suling calabai (Suling ponco),
 • Suling dupa samping (musik bamboo




 

Seni Tari
 Taripelangi
• Tari Paduppa Bosara
• Tari Pattennung
• Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari


Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung, dan tari Pabbatte (biasanya di gelar pada saat Pesta Panen)
c. Sistem kekerabatan suku Bugis
Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:
1.      Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
2.      Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
3.      Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.
Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara:
1.      Anak dengan ibu atau ayah.
2.      Saudara sekandung.
3.      Menantu dan mertua.
4.      Paman atau bibi dengan kemenakannya.
5.      Kakek atau nenek dengan cucu.
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:
1.     Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
2.    Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
3.    Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.






E. Bahasa
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah terwujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar